I. Pendahuluan
Islam sebagai ajaran, sejak kelahirannya telah menggelorakan persatuan, persaudaraan dan persahabatan ummat. Ini terbukti di dalam beberapa ayat dalam Al-Quran telah mencantumkan al-ikhwah al-muslimin.
Gerakan al-Ikhwan al-Muslimun dalam rangka usaha mempersaudarakan seluruh umat manusia dan kaum muslimin secara khusus. dengan tujuan agar tidak terjadi kekacauan, kemelaratan dan kesengsaraan seperti halnya yang terjadi di Palestina, Irak dan belahan dunia lainnya, padahal agama mengajarkan hidup bermasyarakat yang didasari dengan hukum-hukum dan peraturan-peraturan hidup kemasyarakatan[1] (universalitas). Bukankah misalnya nabi Adam bersama istrinya, Hawa telah melahirkan keturunan yang tersebar di seantero dunia ini. Hanya situasi, kondisi, lingkungan di mana mereka berada yang membedakan mereka sehingga di antaranya ada yang disebut dengan nama bahasa, suku, dan adat istiadat yang berbeda-beda, tetapi sesungguhnya mereka berasal dari satu ayah dan satu bapak yakni Adam as.
SekalipunBertan Russell, filosof agnostic Inggris memandang semua agama berbahaya karena ditegakkan atas pondasi perasaan takut.[2]Pejuang dan tokoh-tokoh Islam dari berbagai lapisan senantiasa memperjuangkan persaudaraan umat beragama. agar sampai kepada persaudaraan muslim yang hakikih saling kasih mengasihi dan saling rahmat merahmati diatara mereka.
Hasan Al-Bannaa adalah salah satu tokoh yang mejadi pioner dalam mengobarkan semangat perjuangan dan pembaharuan[3]Islam melalui lembaga dan organisasi masyarakat yang dibentuk, berlabel Al-Ikhwan Al-Muslimun.
Bagaimana perjuangan, pemikiran, dan kiat-kiat beliau dalam hidupnya, akan menjadi obyek penulisan dalam karya ini. Untuk melengkapi tulisan ini penulis akan merumuskan sistematika sebagai berikut yaitu biografi Hasan Al-Banna dan latar belakang munculnya al-ikhwan al-muslimun dan konsep pemikirannya.
II. Biografi Hasan Al-Banna dan Gerakan Ikwanul Muslimin
Hasan, sejak umur kanak-kanak sudah bersentuhan langsung dengan demonstrasi-demonstrasi yang menuntut kepergian Inggeris dari bumi Mesir. Hasan yang dilahirkan pada tahun 1906[4], di wilayah Buhairah, Desa Mahmudiyah yang terletak 90 mil dari Barat Daya Kairo. Dia dilahirkan dari keluarga yang taat beragama.[5]Ayahnya di samping sebagai tukang reparasi jam juga ulama. Jejak keahlian mereparasi jam sang ayah, diikuti oleh Banna, namun tak lupa pula ia diberi pendidikan dasar agama. [6]Bersamaan dengan itu, Banna juag masuk dalam sebuah kelompok Islam , himpunan prilaku bermoral. Di samping itu juga melibatkan diri di Himpunan Pencegah Kemungkaran yang tujuannya menjalankan ritual Islam dan menekankan pada moralitas Islam.
Pada 1923 Banna pergi ke Kairo, untuk masuk di Dar al-Ulum , sekolah Tinggi Guru Mesir,[7] di sana ia belajar selama 4 tahun.[8] Setelah tiba di ibu Kota Mesir, dia masuk tarekat Hasafiyah,[9]Selama lima tahun di Kairo, dia menyaksikan iklim politik Mesir yang hidup, di mana dua partai politik terkemukanya selalu cekcok. Di samping itu, Banna juga prihatin melihat Mustaf Kemal Attaturk di Turki menghapus kekhalifahan dan menggelorakan sekuler Turki. Gerakan Mesir yang mendirikan Universitas Negeri sekuler pada 1925 menurut Banna bisa menjadi langkah pertama meniru Turki mencampakkan Islam. Selain itu prihatin terhadap koran-koran dan buku-buku yang mempromosikan nilai sekuler barat.[10]
Di Dar al-Ulum, Banna menemukan kenalan baru yang juga adalah ulama al-Azhar, Syaikh Yusuf Al-Djiwi yang mendirikan organisasi untuk kebangkitan Islam. Djiwi menyadari bahwa organisasinya telah gagal, dan bahwa ulama Al-Azhar ternyata tidak mampu membendung pasar kultur Barat. Kepada Al-Banna, Djiwi mengatakan bahwa keselamatan individu hanya dapat diharapkan dengan berpegang pada Islam. Ungkapan Djiwi ini semakin memperkokoh semangat Banna untuk maju terus memperjuangkan Islam dengan menggunakan kekuatan massa Islam.
Langkah pertama Banna, melibatkan pembentukan organisasi yang dipimpin ulama yang akan mengilhami kebangkitan Islam. Dia menerima tanggapan simpati dari Muhibuddin al-Khatib, pembaru Suriah yang mengelola perpustakaan salafiyah, yang menerbitkan jurnal mingguan untuk pembaruan Islam yang bernama al-Fath, dan ikut mendirikan Asosiasi pemuda Muslim (YMMA). Asosiasi keagamaan ini, yang resminya berdiri pada November 1927, jelas menggambarkan gerakan pembaruan model baru. Banna mendirikan asosiasi seperti ini beberapa bulan kemudian yang bernama Ikhwanul muslimun.[11]
Tetapi sebelum terbentuknya organisasi tersebut Hasan al Bannah bersama dengan temannya merumuskan tentang label yang digunakan untuk mempublikasikan gerakan tersebut, sehingga enam orang yang terlibat di dalam perumusan tersebut yaitu;
1. Hafidz Abdul Hamid berpropesi tukan kayu.
2. Ahmad al-Huriy berpropesi tukan cukur
3. Fuad Ibrahim berpropesi tukan strika
4. Abdu Rahman Hisbullah berpropesi tukan sopir
5. Ismail Azis berpropesi tukan kebung
6.Zakiy al-Magribi berpropesi penyewa montir sepeda.[12]
Dari ke enam orang ini akhirnya menyepakati nama organisasi tersebut yaitu; Ikhwanul muslimun.
Hasan al-Banna Lulus dari Dar al-Ulum 1927, ia diangkat kementerian pendidikan menjadi guru bahasa Arab untuk sekolah dasar di Ismailiah, yang berlokasi di Terusan Suez dan dilokasi markas besar Suez canal company.
Banna ingin berbagi visi Islam reformisnya dengan masyarakat Ismailiyah. Ini dilakukan di warung-warung kopi atau kedai-kedai kopi utama di ota Ismailiyah ini dan bukannya di masjid. Awalnya orang terkejut dengan ceramahnya, namun pada akhirnya dapat terbiasa dengan Banna. Segera saja dia punya pendengar tetap. Beberapa pengikut memintanya memimpin diskusi kelompok yang lebih kecil dan lebih pribadi.
Pada 1928, dilhami pula oleh semangat Islam yang dibawa oleh YMMA (Youth Mesir Moslem Association), Yang beberapa bulan kemudian berganti nama menjadi Al-Ikhwan Al-Muslimun.[13]Ia berupaya membangkitkan masyarakat Muslim kembali ke Islam sejati dan perjuangan melawan dominasi Asing. Untuk mempublikasikan kelompok ini ia melakukan ceramah dan penerbitan. Hal ini membuahkan hasil yang gemilang.[14]
Selama empat tahun berikutnya, Banna membuka cabang-cabang di kota-kota zona kanal lainnya dan di Delta Mesir. Ketika Menteri Pendidikan memindahkannya ke Kairo pada 1932, Ikhwanul Muslimunsiap menjadi gerakan nasional. Bersama Banna, pusat Ikhwanul Muslimunpindah ke Kairo, dan dari sini menyebar ke seluruh Mesir. Organisasi ini bertambah besar, dan mengembangkan struktur administrasi yang memungkinkan Banna memegang kendali kuat. Sepuluh tahun berikutnya, ikhwan muslimin menerbitkan persnya dan program budayanya.[15]
Pengaruh Ikhwanul muslimin dan ambisius Banna, membawanya terlibat dalam politik nasional. Pada 1936, dia menulis surat untuk raja, perdana menteri, dan penguasa Arab lainnya, untuk mendorong mereka mempromosikan tatanan Islam. Dua tahun kemudian, Banna menyeru raja untuk membubarkan partai-partai politik Mesir, karena keterlibatan partai-partai tersebut dalam tindak korupsi dan berdampak memecah belah negara. Setelah perang, ikhwan berperang penting dalam kampanye yang dilancarkan berbagai kelompok di Mesir menentang pendudukan Inggris. Mereka juga melakukan taktik yang kian sengit terhadap musuh Mesir. Pada desember 1948, seorang angota ikhwan membunuh perdana menteri. Pihak berwenang Mesir menyerang balik. Beberapa anggota polisi rahasia membunuh hasan Banna pada 12 Februari 1949.[16]
III. Pemikiran Hasan Al-Banna.
Hasan Al-Banna salah satu tokoh Islam terkemuka di Mesir yang telah memberikan nuansa-nuansa pemikiran yang spektakuler. Dan mereka berusaha menolorkan pemikiran tentang Islam sesungguhnya. Islam menurutnya adalah; Pertama, akida, ibadah, tanah air, kebangsaan, agama, negara, amal dan pedang. Kedua, asas-asas ajaran Islam bersumber dari al-Qur'an dan as-Sunnah. ketiga, Islam adalah agama yang umum menata seluruh urusan kehidupan setiap bangsa dan umat pada setiap masa.[17]Pemikirannya dapat dilihat pada berbagai bidang;
1. Bidang Pendidikan
Pendidikan merupakan hal terpenting bagi terwujudnya suatu perubahan dan pembinaan Umat. Mesir ketika itu terjadi dikotomi pendidikan secara operasional, yaitu pendidikan umum yang dikelola oleh pemerintah dan pendidikan agama yang dikelola swasta.[18]Dikotomi ini dikhawatirkan akan membawa kepada pemisahan antara pengetahuan agama dan umum.Padahal menurut Al-Banna, Islam cukup mencakup segala aspek di mana satu dengan lainnya saling terkait dan terintegral. Dalam rangka mengantisipasi persoalan tersebut, Al-Banna melontarkan gagasan berupa pendirian sekolah khusus al-Ikhwan al- Muslimun dengan kurikulum yang ekslusif sebagai follow up dari gagasan tersebut, didirikan madrasah al-tahzib li Ikhwan al-muslimin, dengan kurikulum yang mencakup: materi al-Quran, hadis, aqidah, ibadah, akhlak, sejarah Islam dan tokoh-tokoh salaf, dan latihan pidato.[19]Kedua berkaitan dengan lembaga pendidikan yang ada, baik yang dikelola pemerintah dan swasta. Al-Banna mengusulkan perbaikan kurikulum dengan memasukkan pendidikan agama. Kurikulum tersebut mencakup pembangkitan semangat nasional, pembinaan moral yang luhur. Usulan yang diajukan al-Banna adalah dimasukkan pelajaran agama di segala tingkat pendidikan, pemisahan peserta didik antara perempuan dan laki-laki dan dimasukkan ilmu pengetahuan praktis yang memberikan kontribusi dalam pelbagai penemuan bagi kepentingan bangsa dan negara.[20]
Adapun tujuan pendidikan yang dicanangkan al-Banna dengan kurikulum tersebut di atas adalah pembentukan pribadi muslim yang mempunyai dedikasi tinggi, dan mempunyai semangat untuk melakukan perubahan di mana ia berada, dan tidak menyerah dengan kondsi yang ada.[21] Di samping itu, para lulusannya diharapkan juga memiliki daya pikir yang tinggi, moral yang mulia dan fisik yang kuat. Untuk itu, pedidikan tidak hanya dilaksanakan dalam kelas tetapi terdapat juga pelatihan yang dilakukan di luar kelas yang informal sifatnya.
2. Bidang Pembaharuan
Hasan al-Banna dan juga pembaharu Islam lainnya seperti Jamaluddin Al-Afgani dan Muhammad Abduh meyakini bahwa kelemahan dan kerentanan muslim terhadap dominasi Eropa disebabkan penyimpangan kaum muslimin dari Islam sejati. Untuk membangkitkan Mesir, kaum muslimin harus kembali memahami dan hidup menurut Islam seperti yang ditegaskan dalam Alqur’an dan Sunnah.[22]
Subordinasi politik dunia muslim membuat mereka rentan terhadap pengaruh budaya Eropa. Banna yakin bahwa peradaban Eropa terdiri atas ateisme, ketidakbermoralan, egoisme individu dan kelas serta riba.Dia menyebut budaya Eropa sebagai budaya materialistis yang mengutangi kaum muslimin agar dapat mengendalikan ekonomi muslim. Banna berpendapat bahwa ulama Azhar juga ikut bertanggung jawab atas pemahaman Islam kaum muslimin yang keliru itu. Solusi untuk berbagai problem politik, ekonomi, dan budaya Mesir terletak pada gerakan kembali ke Islam. Islam merupakan tatanan lengkap bagi semua segi eksistensi manusia.
Banna percaya bahwa agama hanyalah bagian dari Islam yang juga menggariskan prilaku manusia dalam kehidupan keseharian. Sesungguhnya Islam menawarkan satu-satunya jalan kebahagiaan. Karena Islam adalah jalan Allah untuk semua ummat manusia, maka kaum muslim tidak boleh hanya berpegang pada ajarannya saja,namun juga harus menyebar rahmatnya ke seluruh manusia, yaitu pada akhirnya membawa seluruh dunia ke pangkuan Islam.
Lebih lanjut, Banna mengemukakan, pemahaman yang benar tentang Islam mensyaratkan pengenalan al-Qur’an dan sunnah, dua sumber otoritatif untuk menetapkan peraturan Islam untuk setiap keadaan. Kaum muslimin mempelajari kitab suci agar dapat mendasarkan keselarasan mereka dengan Islam pada pemahaman bukannya pada ketaatan kepada otoritas agama.[23]Ia mengakui bahwa orang bisa saja sering berselisih soal hal-hal kecil dalam hukum, namun dia berpendapat bahwa perselisihan seperti itu hendaknya tidak menimbulkan permusuhan di kalangan kaum muslim. Untuk memperkecil perselisihan, kaum muslim hendaknya tidak mendiskusikan soal-soal khilafah, karena tak ada nilai praktisnya.[24]
3. Bidang Teologi
Tentang iman, Banna berpendapat bahwa siapa pun bisa disebut muslim, kalau dia mengaku percaya pada Allah dan kenabian Muhammad, berbuat sesuai kepercayaannya itu, dan menunaikan kewajiban agama. Sedangkan kafir adalah orang-orang yang terang-terangan menyatakan murtad, mengingkari keyakinan dan praktek lazim yang dikenal Islam.[25]
Tentang relevansi Islam dengan persoalan duniawi, Banna berpendapat bahwa Islam mendorong keterlibatan aktif di dunia, termasuk penyelidikan ilmiah atas alam yang membawa kemajuan teknologi. Islam tak bertentangan dunia ilmu pengetahuan.[26]
4. Bidang Politik
Dalam bidang agama dan politik, Banna menegaskan bahwa prinsip Islam dapat diterakan pada keyakinan yang banyak dianut dalam soal politik dan lembaga politik. Menurutnya, Islam memerlukan suatu pemerintah yang mencegah anarki, namun tidak menetapkan bentuk pemerintah tertentu. Islam hanya meletakkan prinsip pokok yaitu, penguasa bertanggung jawab kepada Allah dan rakyat bahkan dianggap sebagai abdi rakyat. Selain itu kaum muslim harus bersatu karena persaudaraan muslim merupakan prinsip iman dan kaum muslim harus memonitor tindakan penguasa, menasehati penguasa, dan mengupayakan agar kehendak bangsa dihormati. Karena ketiganya merupakan prinsip yang sangat luas, maka negara Islam bisa memiliki banyak bentuk termasuk demokrasi parlementer konstitusional. Untuk tujuan jangka panjang, Banna lebih tertarik pada sistem kekhalifahan.[27]
Banna menyebutkan bahwa pemerintahan konstitusional merupakan sistem paling dekat dengan pemerintahan Islam, termasuk konstitusi 1923 Mesir adalah sah karena menegaskan bahwa semua undang-undang harus selaras dengan prinsip Islam. Akan tetapi di sisi lain, konstitusi itu perlu diamandemen untuk menjamin penerapan hukum Islam, misalnya tidak adanya larangan yang tegas tentang konsumsi alcohol, prostitusi, judi, dan riba.
Soal pemilu, Banna berpendapat bahwa pemilu dapat menjamin kehendak bangsa. Namun system pemilu Mesir perlu diperbaharui. Pemilu 1923 dan 1930 telah gagal memilih orang-orang yang representatif dari elit Mesir. Banna mengusulkan agar yang jadi calon hanya orang yang ahli dalam hukum agama dan urusan publik dan hanya pemimpin alamiah masyarakat yaitu, kepala suku, keluarga dan organisasi.[28]
5. Bidang Sosial
Realitas sosial masyarakat Mesir ini tidak luput dari pengamatan al-Banna. Maka alternatif pemecahannya tidak kalah pentingnya adalah ide dan gerakan pembaruan al-Banna. Masyarakat Mesir ketika itu hidup dalam kemiskinan sebagai akibat dari monopoli Inggris. Konsekuensi lain dari pendudukan ingris adalah kobodohan, rendahnya tingkat kesehatan dan dekadensi moral. Berhadapan dengan realitas sosial yang sedemikian rupa, maka sangat tepat jika al-Banna melontarkan gagasan perlunya dilakukan kegiatan ekonomi bersama dan penghapusan dominasi minoritas dalam perekonomian. Dengan gagasan ini, kelihatannya al-Banna ingin melakukan aktifitas sosial pada pemerataan keadilan. Gagasannya di bidang sosial lainnya adalah pengadaan sarana kesehatan, rumah penampungan, poliklnik, pemberian makan kepada fakir miskin dan penyediaan lapangan pekerjaan bagi para penganggur.
6. Bidang Ekonomi
Negara Islam menururt Banna berupaya mengurangi perbedaan antara yang kaya dan miskin. Orang kaya harus mengubah gaya hidupnya sendiri dengan tidak bermewah-mewahan.Orang kaya harus menjadi model bagi bagi orang lain sehingga akan semakin berkurang kesenjangan akibat perbedaan kekayaan. Islam melindungi kekayaan dan harta yang didapat dengan cara sah dan yang dikelola dan diinvestaskan dengan benar.Kaum kecil dan menengah akan menikmati insentif khsusus dan mencegah penimbunan kekayaan. Lembaga keuangan harus mematuhi prinsip Islam seperti keadilan dan melarang riba.[29]
Untuk mengefektifkan jalannya organisasi Ikhwanul Muslimin, maka Banna melakukan berbagai aktifitas guna menyukseskan berbagai program organisasi.
Pertama-tama ia mengorganisasikan ikhwan dengan cara pragmatis, mengembangkan lembaga baru untuk mengendalikan kian banyaknya anggota dan mengadakan percoban dengan berbagai struktur. Pada 1946, Banna merumuskan serangkaian perintah yang dirancang untuk menjamin otoritasnya atas semua unit yang ada diorganisasi. Dia menjadi pembimbing umum sampai meninggalnya.
Selain itu, Banna menciptakan hirarki unit, sejak dari distrik sampai ke cabang dan sel yang disebut keluarga. Dia melengkapi model vertical ini dengan komite yang bertanggung jawab atas fungsi finansial, legal dan kesejahteraan organisasi. Akhirnya kerangka organisasi yang disebut seksi disamakan dengan pembagian masyarakat Mesir menjadi pekerja urban, petani, pelajar dan professional. Seksi lainnya berhubungan dengan pendidikan fisik, pers, dan penyebaran ajaran organisasi ke negara-negara muslim lainnya.[30]
Banna juga menekankan organisasinya pada aspek fisik dengan membentuk Pramuka atau pengembara ikhwanul Muslimin. Seksi ini menyerupai kelompok kaum muda yang didirikan partai Wafd dan Mesir Muda. Aktifitas kelompok ini antara lain wisata kemah, dan kegiatan olahraga seperti gulat, tinju, basket dan sepak bola.[31]
Selain itu, gerakan ini ikut serta pada Aparat khusus. Suatu kegiatan yang membentuk pasukan berdisiplin seperti selalu mencatat segala upaya menghapal al-quran dan membaca surah-surahnya. Juga para anggotanya harus menjalani tes kebugaran untuk mengetahui apakah aturan latihan ini dikuti atau tidak. Selain itu, mengorganisasikan kursus khusus di bidang agama, hukum, pertolongan pertama mirip palang merah, dan persenjataan. Intinya bahwa gerakan ikhwanul Muslimin ini melakukan kegiatan yang arahnya pembentukan pribadi muslim yang fundamental baik fisik maupun mental.
Ikhwanul muslimin juga mendirikan sekolah-sekolah untuk anak-laki-laki, anak perempuan dan pekerja. Membangun masjid, pabrik tekstil, membentuk klub amal untuk membantu fakir miskin, berbicara di kedai-kedai, tempat umum, pesta-pesta dan di tempat jaga dan menerbitkan koran untuk memerangi pengaruh misionaris.[32]
Selain itu, Banna sangat memperhatikan komunikasi publik. Dia bukan saja mengembangkan bakat pidatonya yang besar, namun juga menunjuk orang untuk jadi juru bicara berdasarkan kemampuan bicara di depan umum. Akhirnya, Banna mengorganisasikan kursus khusus soal berbicara (orator) di depan umum. Dia mengaku belajar propaganda dari contoh-contoh Eropa dan megembangkan sarana propaganda untuk ikhwan, yang dimulai dengan laporan berkala, diteruskan dengan jurnal mingguan dan puncaknya adalah koran harian dan bulanan yang meniru model Al-Manarnya Rasyid Ridha.[33]
IV. Kesimpulan
Dari pemaparan singkat di atas maka penulis dapat membuat end blok sebagai esensi pembahasan untuk dianalisa lebih lanjut, sebagai berikut:
1. Hasan Al-Banna adalah adalah salah satu tokoh dan pemikir Islam yang punya kepedulian terhadap perkembangan Islam dan masyarakat muslim. ia dilahirkan pada tahun 1906 M. di wilayah Buhairah yang terletak 90 mil dari Barat daya Kairo. Terbentuknya gerakan al-Ikhwan al-Muslimun merupakan bukti keinginannya untuk menjadikan Islam sebagai pedoman hidup umat dalam seluruh dimensi kehidupan duniawi dan ukhrawi.
- Gerakan dan Dakwah merupakan aset bagi kelangsungan Al-Ikhwan Al-Muslimun dalam mengembangkan risalah dakwah Islamiyah, tidak terjadi dengan Bim Salabim, namun melalui latihan intensif mengisi diri dengan berbagai bekal yang dibutuhkan oleh pergerakan. Dan mampu memprediksikan strategi dakwah yang dapat diterima oleh masyarakat. Sehingga ia bergerak diberbagai bidang seperti bidang Dakwah, Pendidikan, Sosial, dan Politik.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Banna, Hasan., Memoirs of Hasan al-Banna, Karachi: International Islamic Publishers, 1981.
-------------------., Risalah al-Muktamar al-Khamis, mansyurah: dar al-Wafa, 1980
-------------------, Majmu'ah Rasail, diterjemahkan oleh Anis Matta dan Rofi Munawar dengan judul Risalah Pergerakan Ikwanul Muslimin, Jilid. I Cet. VIII; Yogyakarta: Era Intermedia, 2002
Abied Shah, M. Aunul. at.al, Islam Garda Depan, Mosaic Pemikiran Islam Timur Tengah. Cet. I; Bandung: Mizan, 2001
Commins, David., Hasan Al-Banna (1906-1949) dalam Ali Rahnema, Para Perintis Zaman Baru Islam,Cetakan Ketiga; Bandung: Mizan, 1998.
Departemen Agama RI, Ensiklopedia Islam, Jilid I Cetakan I; Jakarta: CV. Anda utama, 1993
Departemen Agama. Al-Qur'an dan Terjemahan . Semarang : CV. Toha Putra, 1989.
Fahal, Muktafi., dan Achmad Amr Aziz, Teologi Islam Modern, Cet. Pertama; Surabaya: Gitamedia Press, 1999.
Hasan, Muhammad. al-Mazhab wal afkar al-maa'shiratu fi tashawuri Islam. Kairo: Dar al-Basyiru litsakafa wal ulum al-Islam, t.th
Nasution, Harun., Ensiklopedia Islam Indonesia, Jakarta: jambatan, 1992.
------------------. Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran. Cet. VI; Jakarta: Mizan, 1996
Rahman, Jalaluddin. Orasi Pengukuhan Guru Besar dengan Judul Metodologi Pembaharuan Sebuah Tuntutan Kelanggengan Islam. Makassar: Berka Utami, 2001
Rahnema, Ali. at.al, Para perintis zaman baru Islam. Cet. III; Bandung: Mizan, 1998
Syafi'i, Ma'arif Ahmad. Membumikan Islam. Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
Syalabi, Rauf.,al-syeikh hasan al-Banna wa madrasatuhu al-ikhwan al-muslimun, dar al-Ansyar, t. th.h. 140.
0 komentar
Posting Komentar