Selasa, 06 September 2016

PENGAMATAN ILMIAH DAN BAHASA ILMIAH

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Islam sebagai pegangan hidup memandang kehidupan ini dengan berbagai aspeknya sebagai satu kesatuan yang  utuh. Demikian halnya dengan ilmu pengetahuan yang tidak berdiri sendiri, akan tetapi mempunyai korelasi yang erat dengan ajaran Islam.[1]
Suatu harapan masyarakat dunia terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memberikan kemaslahatan bagi makhluk di bumi ini. Dengan demikian ilmu pengetahuan dan teknologi  mengembang misi mulia yakni untuk kebahagian dan kebaikan, bagi ummat manusia. Dalam Islam pun apabila ingin memperoleh dunia dan akhirat, maka hendaklah dengan ilmu. Justru bukan sebaliknya, pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi diarahkan untuk kepentingan tertentu yang bersifat deskriptif dan mengancam kehidupan umat manusia.

Mengamati hal–hal yang terjadi di dunia ini, maka amat diperlukan membangun suatu kesadaran bahwa ilmu dan teknologi sebagai bagian dari ayat-ayat Allah dan merupakan amanah yang tidak lepas dari tanggung jawab pencipta ilmu. Dengan kesadaran ini akan memunculkan satu komitmen guna menyikapi setiap bentuk ilmu pengetahuan dan teknologi dalam wilayah piker yang sesuai dengan ajaran Islam.
Boleh jadi kerusakan  yang terjadi di alam raya ini akibat dari pengotakan atau pemisahan antara ilmu pengetauhuan dengan muatan Ilahiyah (agama), sehingga muncul ego dalam diri manusia yang kemudian melahirkan pemikir-pemikir yang rutiritas, serba dan indivudualis, maka akibatnya manusia teleminasi dari nilai-nilai luhur dan fitrah, terpisah dengan alam semesta yang pada akhirnya alam eksplotasi tanpa pertimbangan kerusakan lingkungan baik manusia dan alam itu sendiri.[2]
Hal tersebut di atas cukup sebagai gambaran bahwa ilmu terus senantiasa di kawal dengan pandangan hidup yang sarat dengan nilai-nilai, sehingga mutlak ilmu terasa bagi manusia, meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa ilmu juga membawa dampak yang negatif.
Salah satu kunci kesuksesan keilmuan Islam adalah adanya semangat dan tandingan mengkritik di kalangan ilmuwan Islam. Tentu saja semangat mengkritik ini sangat diperlukan bagi kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dimanapun, karena melalui semangat mengkritik ilmiah teori-teori ilmiah yang telah ada diuji kesolihannya.[3]



B.     Permasalahan
Dari uraian pendahuluan di atas maka penulis membatasi pembahasan dalam makalah ini dengan mengacu pada permasalahan yang muncul sebagai berikut:
1.      Apa pengertian kritik ilmiah?
2.      Bagaimana prinsip Islam tentang kritik ilmiah?
3.      Bagaimana fungsi kritik ilmiah menurut Islam?



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kritik Ilmiah
Dalam umum Bahasa Indonesia, WJS. Poerwadarminta mengartikan bahwa kritik adalah kecaman, sanggahan, bantahan.[4]Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa kritik adalah tanggapan disertai uraian dan pertimbangan baik buruknya terhadap suatu hasil  karya, pendapat.[5]Pendapat lain memberikan definisi bahwa kritik adalah usaha manusia untuk menetapkan apakah sesuatu (pengertian) itu benar atau tidak dengan jalan meninjaunya secara mendalam.[6]
Kata ilmiah diartikan bersifat ilmu atau secara keilmuan, atau secara pengetahuan.[7]
Dari pengertian di atas dapat memahami bahwa ilmiah dalam perspektif Islam adalah tanggapan, koreksi yang dilakukan oleh manusia yang dilandasi dengan argumentasi keilmuan dalam melihat teori atau praktek yang sesuai dengan norma agama (Islam).
B.     Prinsip Islam Tentang Kritik Ilmiah
Adapun prinsip-prinsip Islam tentang kritik ilmiah sebagaimana dikemukakan oleh Moh. Nasir Mahmud,[8]yaitu:
1.      Prinsip perbedaan pendapat, ide atau gagasan antar manusia bahwasanya Islam menjunjung tinggi perbedaan masing-masing individu, karena Islam mengakui adanya individu tapi bukan individualisme. Perbedaan perorangan dalam memandang objek dan melahirkan teori dapat memperkaya khasanah keilmuan, maka individu berhak untuk berbeda dengan orang lain. Kritik ilmiah menyajikan pandangan yang ada, dan Islam mengakomodir perbedaan pendapat dan menganggapnya sebagai rahmat.
2.      Prinsip bahwa kritik berasaskan kemanfaatan dalam melakukan kritik terhadap suatu teori atau fakta harus berpedoman pada asas manfaat bagi sesama manusia. Dan salah satu kemanfaatan kritikan seseorang adalah ketika tampil menyuarakan kebenaran di tengah ke dhaliman dan kebenaran yang disuarakan itu adalah sebagai bentuk koreksi terhadap kesalahan yang ada.
3.      Prinsip bahwa kritik harus disuarakan meskipun orang lain benci meskipun pendusta. Sampaikan kebenaran itu walaupun itu pahit adalah bagian dari ajaran Islam. Terhadap teori ilmu pengetahuan maupun hal-hal yang memungkinkan  untuk dikritik, maka itu harus dilakukan meskipun akan berhadapan dengan rezim penguasa sekalipun karena mengucapkan kebenaran adalah kewajiban bagi seorang muslim terutama bila kebenaran itu terkait untuk kepentingan umum.
Kritik ilmiah bukan sekadar melontarkan sorotan, sebagai pernyataan ketidakpiuasan atau terjebak pada wilayah suka atau tidak suka, melainkan harus berdasarkan pada beberapa etika.[9]Dalam prespektif Islam, yaitu:
a.       Kritik harus objektif artinya kritik harus didasarkan pada fakta-fakta yang akurat serta pengetahuan yang dapat dipertanggung jawabkan terhadap masalah yang dikritik. Dalam Islam kritik, tanpa mengetahui seluk beluk masalah yang dikritik dapat berakibat anarkis dan membawa kerugian orang lain.
b.      Kritik harus rasional, artinya bahwa kritik yang dilakukan harus dapat dipertanggung jawabkan. Memberikan isi pengetahuan kita, sumber-sumbernya, proses terjadinya dan memberikan pertanggung jawaban tentang kemungkinan.[10]Kritik yang dilakukan bukan pada terkaan rasa dan pemahaman nasional. Untuk manusia yang mendidik, seakan-akan suatu hal yang biasa bahwa kebenaran suatu fakta ditemukan oleh pengamatan,[11]dan tidak berdasrkan pada terkaan dan tidak bisa dipertanggung jawabkan.
c.       Kritik dimaksudkan untuk suatu kebenaran. artinya bahwa kritikan yang dilakukan bukan karena adanya kebenaran dan mempertahankan serta melakukan inovasi-inovasi teori keilmuan yang diperuntukkan bagi kemaslahatan umat manusia, merupakan kenyataan bagi kemaslahatan kebenaran ilmu dalam perspektif Islam. Islam adalah suatu keniscayaan.
d.      Kritik disampikan secara terbuka. Artinya dalam melontarkan kritikan tidak  boleh secara sembunyi-sembunyi tapi harus terbuka diketahui oleh orang lain atau sebuah teori menjadi objek kritikan  yang mengkritik bertanggung jawab atas kritikannya dengan disertai faklta atau berlandaskan pada teori ilmiah yang solid.
e.       Kritik mengutamakan kemaslahatan ilmuan. Bahwa kritik yang dilakukan harus menghindari situasi yang dapat mengakibatkan benturan dalam masyarakat karena pembentukan opini yang berlebihan. Kritik bertujuan untuk perbaikan dalam konteks universal dalam pemahaman kemaslahatan dan kepentingan ilmu yang harus diutamakan.
C.    Fungsi Kritik Ilmiah dalam Perspektif Islam
Beberapa fungsi kritik ilmiah dalam perspektif Islam sebagaimana dikemukakan oleh Moh. Natsir mahmud,[12]sebagai berikut:
1.      Memupuk daya kritis
Salah satu sasaran yang harus dicapai adalah mengembangkan daya kritis. Kritis adalah kemampuan untuk memilih fenomena dan menetapkan pada posisinya untuk mengetahui sisi kebenaran dan kesalahannya. Apabila budaya kritik di kembangkan dalam masyarakat dengan sendirinya akan menumbuh suburkan pengembangan nalar dan pikiran. Dalam Islam kritik ilmiah sangat diharapkan agar pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi berdampak positif untuk kepentingan manusia.
2.      Membina sikap keterbukaan
Dengan adanya kritik ilmiah diharapkan akan memupuk sikap keterbukaan yang berarti keterbukaan mengakui kekeliruan, kekhilafan dan mau berlapang dada untuk menerima asumsi orang lain telah dinilai adalah suatu kebenaran. dan hal tersebut ditawarkan kepadanya sebagai suatu kritik ilmiah. Dengan demikian sifat ekslusif dan ego dalam diri seorang minimal akan tertutupi.
3.      Membentuk sikap lapang dada
Adalah realita bahwa dua hal selalu berhadapan yaitu diterima dan ditolak, senang dan tidak senang. Demikian halnya dengan kritik disatu sisi menyenangkan (diskusi, dan diterima) baik terhadap yang dikritik maupun yang mengkritik, tapi di lain segi juga menimbulkan ketidak senangan. Kritik dalam Islam menghendaki adanya sikap lapang dada atau mau menerima kritik tersebut.
Dan dalam menghadapi kritikan tidak emosional.
4.      Membentuk kepribadian intelektual yang tawadhu
Dengan adanya kritik ilmiah dapat membentuk pribadi seorang jadi rendah diri dan tidak sombong dan takabur, sikap yang selalu memandang diri lebih benar dan tidak sombong dan takabur, sikap yang selalu memandang diri lebih benar dan lebih utama dari orang lain dapat terkikis bila kritik ilmiah ditumbuh kembangkan, tidak memandang rendah orang lain dan sikap yang semacamnya adalah klimaks dari kritik ilmiah.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari uraian yang dikemuakkan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Kritik ilmiah dalam perspektif adalah koreksi, bantahan yang berlandaskan pada argumentasi keilmuan Islam adalah koreksi, bantahan yang berlandaskan pada argumentasi keilmuan dengan melihat teori-teori dan praktek-praktek yang ada apakah sesuai dengan pandangan Islam.
2.      Prinsip-prinsip Islam tentang kritik ilmiah
a.       Prinsip perbedaan pendapat, ide dan gagasan
b.      Prinsip bahwa kritik ilmiah berasaskan kemanfaatan
c.       Prinsip kritik ilmiah harus disuarakan walaupun dibenci oleh orang atau penguasa.
3.      Etika kritik ilmiah menurut Islam
a.       Kritik harus objektif
b.      Kritik harus rasional
c.       Kritik dimaksudkan untuk kebeanran dan konstruktif
d.      Kritik disampikan secara terbuka dan bertanggung jawab
e.       Kritik harus mengutamakan kepentingan umum.
4.      Fungsi kritik ilmiah adalah:
a.       Memupuk daya kritis
b.      Membina sikap keterbukaan
c.       Membentuk sikap lapang dada
d.      Membentuk kepribadian intelektual yang tawadhu.
DAFTAR PUSTAKA
Kuntowijoyo. Islam sebagai Ilmu, Bandung: Mizan, 2003
Mahmud, Moh Natsir. Kritik sosial dalam Perspektif Islam, Makassar: Makalah Fakultas Tarbiyah, tt.
Poerawadarminta, WJS. Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Cet. V; Jakarta: Balai Pustaka, 1976.
----------, et. Al. Seluk Beluk Filsafat Islam, Cet. I. Bandung: Rosda Karya, 1988
Pustaka Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. II; Jakarta Balai Pustaka, 1984.
Salahuddin. Tradisi Ilmiah, Khasanah Islam yang Terabaikan, Makassar; Makalah Orasi Ilmiah Fakultas Tarbiyah, 2006.
Surojiyo. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta: Bumi Aksara, 2005.
Suriasumantri, S. Jujun. Ilmu Dalam Presprektif, Cet. XI Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001.
-----------, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Cet. IX; Jakarta: pustaka Sinar Harapan, 1999.  




[1]  Kuntowijoyo. Islam Sebagai Ilmu, (Bandung: Miza, 2003), h. 25
[2] Salahuddin. Tradisi Ilmiah Khasanah yang Terabikan, (Mkalah Orasi Ilmiah Fakultas Tarbiyah, T. 2006), h. 4
[3] . ibid, h. 6
[4] . WJS. Poerdarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Cet. V; Jakarta: Bal;ai Pustaka, 1976), h. 527
[5] . Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahsa. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Cet. V; Jakarta: Balai Pustaka, 1994), h. 610
[6] . Surajiyo, Ilmu Filsafat, Suatu pengantar, (Jakrta: Bumi Aksara, 2005), h. 54
[7] . WJS. Poerdaminta, Op. Cit, h. 375
[8] . Moh. Nasir Mahmud. Kritik Sosial dalam Perspektif Islam, (Makalah: Fakultas Tarbiyah, Makassar, t.th), h.5
[9] . ibid., h. 11
[10] . poerwantana at. Al. Seluk-beluk Filsafat Islam, (cet. I; Bandung: Rosda Karya, 1988), h.17
[11] . Jujun S. Suriasumantri. Ilmu Dalam Prespektif, (Cet. XV; Jakarta: yayasan Obor Indonesia, 2001), h. 87.
[12] . Moh. Natsir Mahmud, op. Cit., h. 8

0 komentar

Posting Komentar